Ustadz-Yusuf-Mansur
Seorang penulis buku, menulis buku.
Diterbitkan oleh penerbit? & dipasarkan melalui perdagangan yang dikenal
umum : Toko Buku. Setelah buku itu diterbitkan, si penulis buku ini diberitahu,
bahwa bukunya sudah ada di toko-toko buku. Utamanya di toko-toko buku besar.
Maenlah dia ke toko buku besar di kotanya. Apa daya, sistem toko buku, tidak
mngenali penulis buku. Ia hanya mengenali pembeli buku. Pembeli yang dikenali
pun, hanya yang benar-benar beli & bayar. Yang hanya liat-liat, apalagi
yang buka-buka plastik, malahan ditegor. Jika si toko buku tidak punya sistem
Customer Service yang excellent, maka benar-benar hanya pembeli yang beli buku,
yang niscaya bakal diwongke. Diwongke tuh maksudnya, diorangkan. Disenyumi,
diterimakasihi, dilayani.
Si penulis melihat-lihat bukunya,
membolak-balikin bukunya, senyumnya berkembang. Alhamdulillaah, buku saya terbit,
katanya dalam hati. Seorang pelayan melihatnya. "Ga jadi beli Pak?"
Kata pelayan itu, sambil berusaha senyum. Jawab si penulis, "Oh engga.
Saya yang nulis koq malahan." Jawaban si pelayan, "Ooooohhh! Bapak
yang nulis." Segitu doang. Benar-benar segitu doang. Ga lebih. Ga ada
tawaran teh manis bagi penulis buku. Sebagai ungkapan terima kasih, sebab
dengan izin Allah, buku-buku penulis lah yang membuat pelayan itu bisa kerja,
toko bisa buka. Tapi itulah. Ga dikenal si penulis itu, oleh sistem jual beli biasa.
Apalagi satu toko yang merasa diperlukan, bukan dia yang diperlukan.
?
Beruntung, Alhamdulillaah, mayoritas
penulis buku, ikhlas. Mereka menulis untuk Allah. Dan menulis untuk menulis.
Tidak berharap lebih.
Episode berikutnya, seorang pembeli.
Ini seorang pembeli. Bukan lagi penulis. Ini pembeli. Ada orang yang membeli
buku si penulis tersebut. Dan ternyata bagus. Dia senang bacanya. Bahkan dia
referensikan kepada yang lain. Dia aja ketika beli, ga dpt diskon. Kecuali
seadanya. Apalagi ketika mereferensikan. Tambah ga bakal dapat apa-apa dari
transaksi itu. Memang penulis dapat royalti. Tapi itu dari penerbit. Dari
percetakannya. Bukan dari toko buku. Semakin banyak yang terjual, akan semakin
banyak royalti yg didapat. Tapi ini tetap ga akan sebanding dengan pendapatan
toko buku. Penulis biasanya dapat royalti 5-10% dari harga buku kotor. Sedang
toko buku, dapat 40-50%. Agen-agen kecil bisa dpt 20-30%. Suatu hari, ia bahkan
bukan cuma mempromosikan. Tapi mengajak kawannya ke toko buku besar. "Yuk,
saya temenin beli buku saya." Sampe di kasir, ia yang nemani, ga beli,
berdiri sejajar dengan kawannya yang pegang buku dan mau bayar. Posisinya,
jelas bukan ngantri. Si penulis buku ini, yang mempromosikan, yang
mereferensikan, bahkan nemani sampe ke kasir, malah ditegor kasir. Apa kata
kasir? "Pak, ngantri ya, maaf." He he he, disangkanya, nyelang.
Padahal nemenin.
Begitulah. Sistem toko biasa,
seperti toko buku tidak mengenal terima kasih. Apalagi bagi-bagi bonus, buat
yang merefrensikan. Beda dengan MLM. Beda dengan Multi Level Marketing. Beda
konsep & prinsip. Dibanding penjualan retail, yang kadang dikuasai grup
besar. Dan dunia retail pun, sudah terkuasai pula oleh segelintir grup besar
saja. Pasar yang demikian banyak, besar, jadi sekedar pasar. Bukan pelaku.
Tidak diajak ikut mencicipi. Seperti kasus penulis dan pembeli yang
merefrensikan tadi.
Sayang, bnyk MLM bodong. Yang
memanfaatkan situasi & keadaan. Padahal sesungguhnya ia MoneyGame. Gak
lebih dari sekedar penipu. Kalo benar ia MLM murni, maka ia akan menguntungkan,
menyejahterakan, memberi manfaat, di semua jenjangnya. Ga ada yang cuma jadi
korban. Bahkan, ketika membernya hanya member, ia akan mendapatkan banyak
kemudahan mendapatkan produk. Dunia MLM banyak cacat dengan kehadiran MLM money
game. Tanpa ikhtiar, tanpa kerja. Hanya rayuan belaka.
Dari contoh hari ini, andai buku
tersebut di-MLM-kan, maka kisahnya ga akan jadi begitu. Tapi syaratnya, ya MLM
yg benar. Sebenarnya, MLM itu sederhana. Pay-out/rabat, yang diberikan ke toko
buku tersebut, misal 40-50% tadi, dijadikan sistem berjenjang. Sekedar
merefrensikan saja, apalagi bisa jadi stokis, jadi agen, maka ia akan dapat
bagian dari rabat yg tadinya hanya didapat oleh 1 toko saja. Tentu ada pro
kontra. Dan itu ya wajar saja. Bukan saja awal Ramadhan & Lebaran, he he
he. Di banyak hal, banyak emang perbedaan. Karena itu, saya santai aja ketika
memutuskan mendirikan & mengembangkan MLM e-Miracle. Air Miracle. Air
kesehatan. Ini bukan miracle yang selebaran loh ya. Itu mah penipuan. Ini saya
produksi air kesehatan. Dengan izin Allah, jadi obat & menjaga kesehatan.
Sistem penjualannya, saya bikin berjenjang, dengan sistem MLM. Saya punya
pandangan & dasar prinsip yang berbeda. It's not a moneygame.
Maka ketika pula saya munculin MLM
lain, yang bergerak di bidang payment, yakni VSI, saya pun tetap pada pendirian
saya. Sekarang, dunia pembayaran2/payment, listrik, dll., dah keliatan, ditelen
pula oleh grup retail besar. Ga kebagian dah kita mah. Belum lama, ada seorang
ustadz cerita. Dia ngantri di loket kereta api. Bahkan di customer service. Ga
dapat tiket. Disarankan untuk beli di salah 1 toko ritel. Eh, hanya beberapa
menit, dapet. Langsung diprint. Luar biasa. VSI, MLM yg bergerak di bidang
payment. Semua orang bisa jadi agen pembayaran. Hanya dengan gadget yang dia
pegang & punya. Keuntungan yang saya dapat, dari porsi persentasi yang
didapat dari pembayaran-pembayaran tersebut, itu yang saya MLM-kan. Jadi
pendapatan berjenjang.
Baik e-Miracle, maupun VSI, bukan
money game. Saya mencoba menjalankan MLM yg benar, yang lurus, yang ga
maen-maen & bercanda. Sekali lagi, kawan-kawan boleh berbeda pendapat.
Fastabiqul khairat saja. Hasil dari MLM e-Miracle, saya wakafkan 100%. Dan saya
pengen, semua menikmati potensi jualan air & macam-macam produk kesehatan
nantinya. Saya malah berharap, air yang sudah dikuasai asing, bisa direbut
kembali. Kalau besar, e-Miracle saya amanahin untuk take-over air asing. Balik
lagi akhirnya soal niat & proses. Niat bener, proses bener, kenapa engga?
Bener-bener, jangan ampe salah di niat proses.
Kalo perlu, kecap, garam,
cabe/bumbu2, beras, sayur, buah, di-MLM-kan. Supaya pasarnya ga dikuasai &
dikendalikan segelintir orang. Kembali ke buku, sebagai contoh awal produk.
Ssungguhnya, penulis, bersama pmbaca, bisa menikmati juga smua potensi
ekonominya. Yang terjadi, bahkan di penjualan ritel, secara telanjang mata,
dikuasi segelintir orang saja. Indonesia, jadi pekerja besar saja. Tidak ikut
menikmati potensi keuntungan, dan potensi ekonomi. Bahkan tidak jarang, dunia
retail, nginjek2 supplier.
Apalagi bisnis-bisnis yang sekarang
ini telanjang diliat oleh mata, dikuasai benar oleh segelintir saja. Bangsa
Indonesia, jadi pekerja saja. Bikin dah dari hulu ke hilirnya. Mulai dari
proses tanam, hingga jual, MLM punya. Allahu akbar dah kalo emang bener jadi.
MLM yang baik, ga akan nambah beban ke pembeli. Yg di-pay-out-kan, memang
keuntungan yang wajar. Seperti contoh buku tadi, bila dijadikan MLM. Dunia MLM
juga, dunia silaturahim, belajar, mengajar, saling membesarkan. Bukan antara penjual
& pembeli, yang kering tanpa ruh. Selanjutnya MLM yang baik, coba untuk
pelan-pelan bersyariah. Doain, ke depan e-Miracle & VSI, bersyariah total.
Doain, doain, doain.
Udah, ngaji lagi dah, Ramadhan,
Ramadhan, He he, Maaf buat yang kontra ya. Boleh koq. Boleh banget. Yg ga
boleh, ribut.
Salam,
?
Yusuf Mansur.